Tuesday 4 November 2014

Kondisi Tenang Yang Membosankan

Rutinitas yang begitu-begitu saja, berulang-ulang dan kemudian kembali berulang. Gelap diujung, diantara dinding-dinding dingin yang tinggi menjulang. Menutup kilau yang memperjelas semuanya. Percaya pada sebuah titik terang yang entah dimana letaknya, kapan digapai, dan semua masih kabur. Membuka kelopak mata yang kian menghitam, menatap langit-langit yang sama. Hitam dan gelap nestapa. Jalan setapak beraspal mulus sudah tersiap dengan rapi hingga entah dimana aspal ini berujung.

Gerak yang terbatasi oleh sulur tipis bak benang namun kokoh layaknya baja murni. Badan mungkin bisa berkelana sesuka namun apa daya kemana pikiran yang terpatri. Terpatri oleh beberapa tanggung jawab yang sesungguhnya semua hanya fana. Buah fikir yang sesungguhnya tidak harus dipenuhi namun terasa wajib karena tiada hal lain. Mengeluh bukan jalannya, rongrongan siap menerkam jika mulut berbicara
Pada akhirnya hanya tersenyum kecut bahwa kondisi tenang berakhir yang membosankan.

Sunday 12 October 2014

Mereka Pikir

Mereka pikir saya adalah orang yang tenggelam dalam hedonisme. Melaju dari sebuah keramaian anak muda masa kini menuju tempat yang serupa. Kepulan asap yang mengisi ruang-ruang dan cairan alkohol yang membahasi tenggorokan. Bergelimpangan wanita-wanita cantik pemancing birahi dalam dekapan tangan kiri dan kanan. Tenggelam dalam galak tawa dan hilangnya kesadaran sampai menjelang.

Mereka pikir saya adalah orang yang tahu akan segala hal. Menyanyai tentang apa-apa yang mereka ingin ketahui, entah baik ataupun buruk. Memuaskan rada keingintahuan mereka, menggaruk rasa penasaran mereka. Menjawab misteri yang menghantui mereka meski sesungguhnya mereka tidak perlu untuk mengetahuinya. Dahaga penasaran terbasahi tak kala semua terbuka dan lantas mereka hilang tak mengacuhkan.

Mereka pikir saya adalah orang yang tak peduli. Penuh dengan rasa sinis dan arogansi. Tenggang rasa hanya menjadi cerita di kelas sekolah dasar. Pribadi yang angkuh dan self-centris. Persetan dengan orang lain selama tidak menganggu. Tangan dingin yang tidak akan pernah menjabat erat mereka yang hadir dihadapannya. Apa urusan orang lain hingga mengulurkan tangan pun terasa berat. Jangankan uluran tangan, segaris senyum pun tak akan.

Mereka pikir saya adalah orang yang dapat memuaskan semua orang. Merealisasikan berbagai hal untuk keperluan pribadi. Membuat semua orang tertawa lega dan mengangkat gelas mereka tinggi-tinggi. Memenuhi pundi-pundi mereka dengan emas yang kian tak terhitung jumlahnya. Engkau puas dan kemudian semua senang. Sikut kiri sikut kanan bagi mereka yang tidak sejalan ataupun saingan. Apapun terjadi selama puas.

Mereka pikir...

Friday 10 October 2014

Selamat Tinggal Jenny, Selamat Datang FSTVLST



Terbilang sudah sekitar, kurang lebih, dua tahun semenjak Jenny berganti nama menjadi FSTVLST (re: Festivalist). Tingkah ugal-ugalan dan lantunan bait yang menohok langsung logika menjadi wangi yang sangat kuat bagi Jenny. Sepeninggalan Arjuna 'Mbah' Bangsawan dan Anis Setiaji, Farid dan Robby akhirnya memutuskan untuk menghiatuskan Jenny dan merubah ke menjadi FSTVLST. Banyak yang bertanya-tanya, untuk apa mengganti nama namun tetap memainkan lagu-lagu Jenny. Tidak bisa dipungkiri, banyak yang terperangkap dalam pusaran pemikiran seperti itu.


Jikalau dalam kurun waktu dua tahun, maka semenjak 2012 hingga awal tahun 2014, FSTVLST cukup menggeber dapur kreatif mereka. Bermodalkan tenaga yang baru, segar, dan energik semenjak ketambahan Danish Wisnu sebagai penjaga hentakan nada dan Humam Mufid sang pemegang kampak. Dalam dua tahun, ada beberapa materi mentah mereka dilempar di dunia maya dan mendapatkan tanggapan positif. Materi baru dengan kualitas rekaman sealakadarnya, cukup membuat penasaran banyak kalangan, tetapi tidak bagi mereka masih jatuh cinta dengan pesona Jenny. Jujur, saya termasuk kedalamnya. Dalam dua tahun lalu, Tidak mengikuti bagaimana sepak terjang FSTVLST membangun citra baru dan melepaskan pesona Jenny pada karakter mereka.

Pada akhirnya beberapa bulan silam, FSTVLST resmi merilis Hits Kitsch sebagai album penuh pertama mereka. Gong penanda era baru siap untuk dituliskan saat ini. Pemikiran awal sebelum membeli album ini adalah is like another Jenny or Jenny wanna be. Sebuah asumsi yang tanpa dasar dan hanya berdasarkan praduga mentah. 25 September 2014, akhirnya FSTVLST menabuhkan genderang perang mereka di Ecobar365. Awalnya menyaksikan FSTVLST untuk bernostalgia dengan Jenny dan menantikan "Mati Muda" (anthem bagi Club Mati Muda). Jelas saja FSTVLST pasti akan membawakan lagu-lagu di album Hits Kitsch sebagai bagian dari promo album terbaru mereka. Malam itu mereka membuka dengan "Tanah Indah Untuk Para Terabaikan Rusak dan Ditinggalkan". Mereka memaikan setlist dengan manis, menyelipkan "Monster Karaoke" pada lagu keempat dan benar-benar membakar Kemang. Tapi hati ini belum bergeming dari pesona Jenny. Lagu ketujuh, "Orang-Orang di Kerumunan" semacam memberikan pertanda dan menggelitik hati. Yah sebuah insting atau pun perasaan aneh yang bergejolak. Kelar FSTVLST memanaskan moshpit, kontan saja menuju meja penjaja Hits Kitsch dan memboyongnya pulang.

A**ING! terlintas saat memutarkan Hits Kitsch pertama kali. Ini jauh dari Jenny namun tetap dengan kesan ugal-ugalan musik Rock. Panas dan membabi buta. Secara keseluruhan, FSTVLST tetap nakal dengan liriknya yang menggoda, petikan gitarnya yang nakal, betotan bass yang ganas, dan semua dibungkus dengan rentetan drum yang rapi. Dari musikalitasnya pun, terasa FSTVLST lebih dewasa dan materinya di rekam dengan sangat baik. Menghentak namun tetap terasa dinamis dan nyaman untuk didengarkan. Keseluruhan materi FSTVLST, kemudian dibungkus dengan epik dengan artwork yang lengkap. Lengkap sentuhan visual disetiap lagu dan lirik materi Hits Kitsch, tersusun rapi dalam sebuah booklet yang manis. Berikut sebuah komentar personal atas materi-materi Hits Kitsch;

Orang-Orang di Kerumunan
Sebuah potret keadaan masa kini. Orang-orang yang berkerumun dan menjadi bersumbu pendek. Lekas Marah dan baku hantam adalah jalannya. Salah satu materi yang benar-benar menggelitik untuk didengarkan dan tepat diletakan sebagai pembuka Hits Kitsch. Ugal-ugalan, beringas, dan jahat!

Menantang Rasi Bintang
"Maka sudahilah sedihmu yang belum sudah, segera mulailah syukurmu yang pasti indah..." Lirik yang indah dan menjadi lagu yang paling difavoritkan dari seluruh isi Hits Kitsch.

Hujan Mata Pisau
Lagu pertama yang, mungkin, dibuat setelah dirilisnya Manifesto. Sisa-sisa endapan dan gaya Jenny bercerita masih terasa kental pada lagu ini.

Akulah Ibumu
Ini adalah satu-satunya lagi yang masih belum dimengerti apa pesan dibaliknya. Tetapi sentuhan sinden diawal dan materinya yang terasa berat seperti mengisyaratkan untuk merenung tentang awal kehidupan dan sejenisnya. Mungkin akan ditanyakan langsung jikalau bertemu Farid.

Hal-Hal Ini Terjadi
Sebuah sentilan kondisi masyarakat saat ini. Tidak bisa di tolak bahwa kita kini hidup dalam lingkaran seperti yang dibaitkan.

Tanah Indah Untuk Para Terabaikan Rusak dan Ditinggalkan
Lagu Tanah Indah Untuk Para Terabaikan Rusak dan Ditinggalkan seperti sebuah counter dari lagu sebelumnya. Jikalau di lagu Hal-Hal ini Terjadi bercerita tentang busuknya kondisi saat ini, maka kali ini saatnya bangun dan kembali menyusun rumah yang kini kian rusak.

Bulan Setan atau Malaikat
Sebuah lingkaran abu-abu yang masih menanti jawabannya. Sudah jelas seperti judulnya, apakah kamu Setan atau Malaikat?

Satu Terbela Selalu
Disini adalah salah satu track favorite di Hits Kitsch. Jikalau kamu ingin mencoba mendengarkan dan menikmati Hits Kitsch, bisa dimulai dari lagu ini.

Hari Terakhir Peradaban
Jikalau tidak salah, Hari Terakhir Peradaban merupakan titik awal Jenny Menjadi FSTVLST. Masih terasa kental pula sentuhan Jenny di lagu ini.

Ayun Buai Zaman
"Sejauh pandang mata, hamparan kilau emasnya seperti puncak angan..." Cara yang tepat untuk menutup Hits Kitsch dan kembali mengulang ke track awal.

Dalam kurun 2014, bisa dibilang Hits Kitsch menjadi salah satu nominasi album terbaik tahun ini. Sebuah perkenalan ulang dari Farid, Robby, Mufid, dan Danish bahwasanya mereka adalah FSTVLST, bukan Jenny. Selamat tinggal Jenny, selamat datang FSTVLST!

Tulisan ini pun juga dimuat Dean Street Billy's

Thursday 9 October 2014

Sajak Orang Yang Sedang Jatuh Cinta

Sudah tak terhingga berapa banyak tetesan air mata yang jatuh.
Gundukan amarah yang mengendap di relung hati.
Rasa benci yang mengendap di kerak-kerak kehidupan.
Serta tak pula sedikit kerikil-kerikil kesendirian mengitari.

Rasa rindu yang teramat dalam.
Peluk kasih yang didamba.
Cium hangat di kala dingin.
Selalu di nanti menyejukan hati.

Biarkan doa restu dari Sang Maha Pemilik Segalanya terjadi,
Alam yang mendukung pertemuan kita kelak,
dan kasih hangat mengantikan semua di pertemuan akhir.
Sebuah pertemuan dimana semua menjadi satu dalam ikatan janji yang menggetarkan langit.

Saturday 27 September 2014

Pada Akhirnya Semua Kembali Pada Titik Nol

Beberapa kaos rangkap dan kemudian dibalut dengan sebuah jaket yang cukup tebal, menghalau terpaan angin malam. Sinar kota menerangi latar belakang pemandangan gedung-gedung yang tinggi menjulang, dan bunyi deru kendaraan sebagai lagu pengantar perjalanan malam hari. Menggilas aspal yang selalu panas dan polusi menemani sedari awal menjelang semua berakhir kelak. Kemang menjadi tujuan di malam hari (25/9), kawasan yang penuh dengan hingar bingar dan kesibukan dua puluh empat jam tiada henti.
Kondisi Thursday Noise Volume 5 Saat The Brandals memanaskan Ecobar (25/9)
Seharusnya tiada yang berbeda dan semua berjalan sama saja. Perasaan dan kesenangan yang sama berbanding beberapa tahun silam. Beberapa tahun silam ketika pertama kali menjadi fotografer musik di Jakarta. Bahkan seharusnya kali ini pun lebih lancar dan menyakinkan dengan pengalaman yang sudah jauh berkembang dan perlengkapan yang lebih memadai berbanding dahulu. Moment dan target objek yang akan dibidik pun bukan objek asing yang tidak terbayangkan. Semua sudah pernah dan kali ini hanya perulangan saja. Tiada yang berbeda dan semua pernah terjadi.

Cuma malam ini terasa sepi dan laju motor tidak berbanding dengan gerak pemandangan. Semua terasa lambat dan berharap tidak lekas menjejakan kaki di Ecobar. Semua terasa lain dan dingin, dingin yang menghembuskan relung hati dan meragukan keadaan nanti. Tiada sapa hangat dan sambutan kebahagiaan di acara kelak. Selimut ragu sempat menghampir, jadi atau tidak? Lanjutkan atau berbalik arah? Atau habiskan malam mencari kehangatan kuliner di kisaran Selatan Jakarta?

Acara berakhir dan sesungguhnya tidak senestapa yang dibayangkan. Gelak tawa bertemu tema-teman lama, merasakan euforia yang hilang sejak lama, serta kegilaan yang tak pernah diluapkan sebelumnya. Bahkan berkat malam ini juga, ini perama kali melakukan stage diving dengan spontan dan entah dari mana timbul keinginan tersebut. Semua liar namun kembali kepada fitrahnya untuk merasakan nikmatnya bersenandung dalam musik. Berteriak dan kita menjadi saudara semalam. Semua tersadar bahkan yang menjadi kerisauan selama ini adalah "Kowe wis ora ning Solo?".

Beberapa temen yang menyapa dan menanyakan kondisi terkini, membuat semua tersadar. Terbiasa di dalam lingkungan yang nyaman, posisi terbaik, penuh dikitari oleh teman-teman, dan menjadi yang berbeda sendiri hingga secara sadar terkontruksi sebagai Ekawan Raharja yang biasa memotret. Disini saatnya kembali dari nol. Mulai berjuang sendiri lagi, mencari dan berusaha mengumpulkan teman-teman yang hangat dan penuh dengan cengkrama, merasakan atmosfir yang liar dan penuh dengan kejutan, serta menjadi seragam dengan yang lainnya dan bersama hitam. Sebuah perbedaan yang mencolok dan gegar kondisi melanda yang harus segara diatasi. Lambat laun, semua ini akan datang sebagai pijakan berkembang dan berkembang. Hingga pada akhirnya semua kembali kepada titik nol.

Sunday 17 August 2014

Kita Adalah Mahkluk Yang Lemah

Beberapa hari ini, seminggu lebih tepatnya, banyak hal-hal yang terjadi di sekitar. Hal baik dan buruk, cerita bahagia atau sedih, ataupun senyum dan tangis silih datang berganti. Semua datang dan kemudian kembali pergi. Semua sudah menjadi goresan takdir yang konon sudah terukir di saat kita masih di dalam rahim. Mau tidak mau kita hanya bisa menerima dan menerima. Sekeras apapun usaha dan rencana tapi semua sudah ada hasil yang ditentukan. Pasrah adalah menyerahkan sisanya kepada Sang Khalik setelah berusaha dengan segala keringat dan darah yang tersisa hingga mengering.

Akhir-akhir ini, diri ini terasa lemah dan tidak tahu hendak bagaimana. Lidah terlalu kelu untuk berujar, otakpun terasa tumpul untuk mulai berpikir, dan tenaga entah hilang kemana. Hanya bisa menyaksikan keadaan dan takdir yang bergerak mengatur segalanya. Hendak menolong apa daya, manusia biasa dan tidak mampu berbuat apa-apa. Hanya doa, berdoa semoga Allah SWT. memberikan petunjuk dan jalannya. Jalan menuju apa yang terbaik dari yang terbaik. Membiarkan ruh dan jasad ini berjalan menuju takdir yang sudah ditetapkan.

Tak usah dipikir dengan akal sehat dan memperhatikan hati yang masih belum bisa menerima. Sudah kodrat manusia yang memiliki nafsu untuk selalu bergerak, berusaha, dan berencana akan tetapi jangan lupa bahwa kita bukanlah sesiapa. Bahkan sesungguhnya pun diri ini tidak berkuasa atas apa yang ada dan melekat. Biarkan hati ini mengikhlaskan dan logika menunduk rendah kepada kuasa Allah SWT yang Maha Perkasa. Sandarkan hati ini, dan berikan sujud tertinggi kepada Allah SWT sebagai bentuk syukur karena Allah SWT. masih menunjukan jalannya. Akhirnya ikhlaskan dan ingat bahwa kita bukanlah sesiapa, hanya mahkluk lemah yang butuh belas kasih dari Sang Pemilik Kehidupan.

Sunday 20 July 2014

Wind from The Foreign Land: Eksistensi Nyata Celtic Punk Indonesia

CD Wind from The Foreign Land
Bertepatan menjelang bulan puasa, skena musik Celtic Punk/ Irish Folk Punk dari seluruh Indonesia merilis sebuah album kompilasi “Wind from The Foreign Land” yang direkam WLRV Recs dan dibantu Spade Kustom dalam penggandaanya. Album kompilasi ini adalah yang pertama di skena Celtic Punk dan melibatkan 14 band dari 7 kota di Indonesia. Awalnya album ini berasal dari sebuah obrolan ringan beberapa personil Dirty Glass dan The Cloves and The Tobacco untuk mempererat skena Celtic Punk di seluruh Indonesia, hingga akhirnya semua dilakukan dan menghasilkan Wind from The Foreign Land. 

Keren adalah kata yang akan disematkan kepada album kompilasi ini. Banyak hal yang membuat album ini menjadi keren dan layak untuk dikoleksi. Menilik dari artwork cover Wind from The Foreign Land, terpampang peta Indonesia dengan warna hijau sebagai dominan warna cover. Jikalau dilihat sekilas, desain yang simple nan cukup mencuri perhatian ini dapat menjelaskan identitas isi dari album Wind from The Foreign Land. Berlanjut dibagian dalam terdapat slave sheet berisikan data-data band yang bergabung di kompilasi Wind from The Foreign Land, lengkap dengan lirik-lirik disetiap lagu mereka. Bagian lyric sheet ini jelas sangat membantu bagi mereka yang ini bersenandung di dalam kondisi apapun. Melengkapi artwork dan isi Wind from The Foreign Land, VWLV Records membungkus album ini dengan jewel box sehingga lebih kokoh dan tahan lama untuk dikoleksi. 

Jikalau membeli sebuah rilisan musik, mayoritas yang dicari adalah materi  di yang terkandung dalam rilisan tsb. Seluruh materi di album kompilasi Wind from The Foreign Land merupakan materi baru yang benar-benar disiapkan oleh setiap band. Jangka waktu enam bulan dalam persiapan album ini tampaknya dimanfaatkan oleh setiap unit Celtic Punk dengan baik dalam penggarapan album ini. Hasilnya bisa dilihat dengan materi yang mereka hasilkan memiliki warna masing-masing meski mereka dibawah atap Celtic Punk. Materi yang baik tentu tidak akan lengkap tanpa recording yang baik pula, dan ini diperhatikan betul dengan baik dalam membungkus materi yang akan disuguhkan. Tema yang terangkum dalam kompilasi ini pun beranekaragam, jika ditarik benang merah maka yang terasa adalah kondisi sosial masyarakat disekitar kita seperti; Penghianatan, kebanggaan, kebersamaan, ataupun cita-cita. Semua diungkapkan dengan lugas layaknya musik punk yang sederhana.­­ 

Pada akhirnya, album kompilasi Wind from The Foreign Land menjadi sebuah rilisan yang lebih dari sekedar alat pemersatu. Wind from The Foreign Land menjadi semacam perkenalan dan pembuktian eksistensi skena Celtic Punk/Irish Folk Punk di Indonesia. Wind from The Foreign Land didistribusikan secara DIY oleh para band yang berpartisipasi dan mendapat sambutan hangat oleh masyarakat. Album ini menjadi fundamental dan mungkin kelak akan menjadi sejarah penting di skena Celtic Punk di Indonesia.
*Artikel ini dimuat pula oleh Deathrockstar 

Saturday 28 June 2014

Photoset Pelican Agenda 4

Jungkat Jungkit live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
Jungkat Jungkit live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
Merah Bercerita live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
Merah Bercerita live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
Merah Bercerita live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
Merah Bercerita live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
Merah Bercerita live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
Merah Bercerita live at Pelican Agenda 4, Arje's Kitchen - Solo.
For further photo, please kindly to check iRockumentary and the review can read at Dean Street Billy

Saturday 21 June 2014

Diorama Senja: Hujan Penghantar Kegembiraan



Selepas adzan Magrib berkumandang, rintik demi rintik air mulai membasahi Solo dan sekitar. Hari yang mulai menggelap serta cuaca yang secara mendadak menjadi dingin. Beberapa pengendara kendaraan bermotor roda dua mulai mengeluarkan jas hujannya dan sebagian memilih untuk berteduh. Terpaan angin yang kencang serta derasnya hujan yang kian mencekam membuat beberapa ruas jalan utama di Solo menjadi sepi. Akan tetapi, badai yang menerpa dan dinginnya udara malam ini (18/6) tidak menghalangi beberapa anak muda untuk berkumpul di GOR Manahan.

Diorama Senja membuat malam yang dingin menjadi hangat cenderung panas di dalam GOR UNS. Kurang lebih sekitar 3.500 orang berkumpul untuk menyaksikan Payung Teduh melantunkan bait demi bait pengusik hati, mesti ada pula barisan kaum hawa yang tidak sabar menyaksikan guratan rupawan Comi Aziz Kariko. Berterimakasihlah kepada sebuah produsen rokok yang akhir-akhir ini sedang aktif sekali mengkampanyekan komunitas lokal dan Retroactive sebagai event organizer Diorama Senja.

Sebelum Payung Teduh mulai mendendangkan lagunya, acara Diorama Senja dibuka oleh penampilan beberapa band lokal. Sebagai dukungan terhadap komunitas lokal, beberapa unit lokal dimainkan sembari menunggu para penonton yang sedang antri masuk ke dalam venue. Man Indonesia dan Insomnia bermain dahulu dan saat mengintip ke dalam panggung, para penonton sudah ramai memenuhi tribun dan mosh pit. Tidak begitu jelas bagaimana kondisi awal namun Insomnia mendapatkan sambutan yang cukup panas. Sorak gembira membuat kondisi kian panas dan penuh dengan energi positif.

Adis "Jungkat-Jungkit"
 Berlanjut dengan jungkat-jungkit. Duo blues asal Solo ini mulai melekukan nada-nada blues memanaskan malam. Said dan Adis yang bermain sampai harus bermandikan peluh membahasi sekujur badannya. Denting demi denting dawai gitar dibunyikan berbalut sound blues serta suara serak seksi menjadi pemanja indera telinga disaat itu. Semua terasa sempurna tak kala beberapa alat tiup diperdengarkan dan pukulan drum yang tidak berlebih menjaga ritme disetiap lagu mereka. Bait demi bait diperdengarkan, kucuran keringat tidak dihiraukan oleh Jungkat Jungkit. Semua terasa lunas dan tidak terasa tak kala tepukan riuh penonton memuja mereka memenuhi GOR Manahan disetiap lagi-lagu yang mereka bawakan.

Fisip Meraung
Tak cukup lama usai Jungkat Jungkit, kini giliran Fisip Meraung menunjukan musik rock humor yang mereka usung. Agak sulit juga mendeskripsikan musik mereka, karena rata-rata materi mereka dibawah satu menit berbalut gestur penarik gelak tawa. Di luar dugaan, tampaknya mereka benar-benar membuat pecah GOR Manahan. Humor-humor khas anak muda yang bermaterikan kisah cinta, kondisi sehari-hari, serta dibawakan dengan bahasa sehari-hari anak muda di Solo benar-benar mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Amek, Topik, dan Athir berhak berbangga serta menepuk dada mereka atas apresiasi yang luar biasa. Benar-bener pecah dan lupakanlah suara yang yang indah serta sound yang bagus saat mereka bermain.

Meltic
Kini giliran Meltic bermain dengan nada-nada pop yang mereka usung. Dibuka dengan permainan efek noise oleh gitaris adisional, Bayu, dan saut menyaut antara jimbe serta drum menandai Meltic siap menguncang GOR Manahan. Kondisi venue yang penuh sesak serta udara yang panas pengap berbanding terbalik dengan kondisi diluar yang sangat dingin dan sepi. Duo Aziz dan Fajri sudah tidak diragukan lagi bagaimana mereka menghinotis penonton di Diorama Senja. Bermain dengan rapi serta prima membuat banyak para penonton gigit jari jikalau pergi menonton sendirian tanpa pasangan kekasih. Malam itu, Meltic menghadirkan sesi full band, lengkap dengan tambahan perkusi. Beberapa kali penonton melakukan koor masal menembangkan lagu-lagu mereka dan venue kembali makin panas. Diakhir penampilan, Meltic membawakan materi baru dan mengajak Adis Jungkat-Jungkit untuk berkolaborasi. Penoton puas dan siap untuk kembali dipecahkan malam ini.

 
Payung Teduh
Payung teduh yang dinanti akhirnya tampil tepat dipukul 22.30 WIB, jauh mundur dari waktu yang ditentukan rundown. Mohammad Istiqamah Djamad, Comi Aziz Kariko, Ivan Penwyn, dan Alejandro Saksakame membuka penampilan dengan "Kita adalah Sisa Sisa Keikhlasan yang Tak Diikhlaskan". Koor langsung terjadi dan GOR Manahan menjadi riuh, mengalahkan hujan yang kian mereda. Tidak begitu banyak atraksi yang banyak dilakukan Is malam itu, hanya sesekali bercerita dan mengajak penonton berkolaborasi dibeberapa materi Payung Teduh. Kucari Kamu, Menju Senja, Berdua saja, dan Angin Pujaan Hujan digeber habis diiringi dengan koor penonton yang kian berisik. Satu Jam Payung Teduh menemani Solo dan akhirnya "Untuk Perempuan Yang Sedang di Pelukan" menyelesaikan malam dengan epik dan hujan di luar pun sudah enggan untuk membasi Solo.

Malam yang panas dan berkesan bagi mereka yang hadir menyaksikan Diorama Senja. Hingga beberapa hari kemudian pun, masih banyak para penonton yang belum bisa move on dari event tersebut. Setiap orang punya kesan masing-masing dan cerita yang berbeda, tapi raut bahagia puas menjadi pembalut kesemuanya. Beberapa penonton yang menerobos badai malam itu tidak akan pernah kecewa karena sesungguhnya hujan malam itu adalah hujan penghantar kegembiraan.

*Tulisan ini dimuat pula Dean Street Billy's dan foto selengkapnya di IRockumentary