Sebuah DM di saat Idul Fitri |
Teknologi komunikasi kian canggih menembuh imajinasi beberapa belas tahun silam. Tiada pernah berpikir bahwa pesan bisa berpindah dalam hentakan jari semata dan cara menyebarkannya pun tergolong mudah. Skip itu hanyalah sebuah prolog semata yang tiada berhubungan ataupun sedang tak ada ide dalam menghubungkannya. Akan tetapi serbuan broadcast message dan tweet masal saat lebaran membanjiri kanal-kanal informasi secara masal dan massive. Akan tetapi terdapat sebuah private massage atau biasa disebut direct message (Twitter) berisikan sebuah ucapan ucapan selamat berlebaran dan permohonan maaf dari Mbak Tyas Permana. Berpikir sejenak, kenapa ini terasa intim dan sangat terasa sakral. Beberapa saat kemudian Mbak Tyas memberikan jawabnnya "ehehe karena minta maaf adalah hal yang sangat personal, ka :)." Seketika terdiam dan berpikir keras, berpikir keras bagaimana untuk membalas pesan ini dan akhirnya menyerah takkan pernah bisa membalas pesan tersebut.
2 hal yang membayangi dan akhirnya mengisi relung pikiran untuk beberapa saat. Pertama, dikala mayoritas mengandalkan kecepatan dan daya jangkau dalam meminta maaf, kualitas terasa kosong terabaikan. Ucapan maaf yang terasa sakral menyentuh hati ke hati kehilangan sentuhannya. Tentu maksud baik agar semua terucap dan tak terlewat namun barang produksi masal tentu tidak akan sebanding dengan barang handmade yang ekslusif nilainya. Ucapan maaf tak kini tak lebih dari sekedar formalitas semata. Kedua, kenapa bukan saya yang pertama kali mengucapkan maaf? kenapa harus orang lain dulu yang mengucapkan? kenapa hanya sekedar untuk meminta maaf terasa berat dan pelu lidah untuk bersilat? Sebegitu angkuh dan berlagaknyakah diriku? Well, akan ada selalu teguran dari Allah Swt. kepada hambanya melalui berbagai cara, serta terima kasih Mbak Tyas untuk renungan dan pembelajarannya. semoga esok bisa nge-gigs bersama kembali :)
*Yaa ampun tampaknya agak sedikit nyinyir pula kali ini