Saturday 10 December 2011

Rising Pop Rising Town #4: Penyegaran Diantara Penyeragaman

Beberapa hari yang lalu, saya sempat berceletuk di dunia maya bahwa pensi di Kota Solo sudah layaknya acara musik di tv. Keseragaman ini bukan berdasarkan sekeder penonton yang bergaya layaknya pembantu rumah tangga sedang bekerja ataupun anak SD yang sedang diajari menari, tapi lebih kepada musik yang disajikan. Dari panggung ke panggung, pensi ke pensi, bahkan cerita bermusiknya pun segaram. Band-band yang mengisi pentas seni seakan sudah tidak ada pilihan untuk menampilkan band-band lain. Panggung sudah dimonopoli dan pikiran anak-anak SMA sudah di pasang dengan kacamata kuda. Berbeda genre namun seragam dan itu melulu. Beruntung akhir pekan ini, ada sebuah penyelamatan. Setidaknya menjadi alternatif lain bagi yang bosan dengan yang itu-itu melulu. Rising Pop Rising Town kembali digelar untuk keempat kalinya dan masih dengan venue yang sama De Tree Laweyan.
Poster Rising Pop Rising Town #4
Bagi yang asing dengan Rising Pop Rising Town, gigs ini adalah sebuah bentuk pergerakan underground pop di Kota Solo. Sebuah gerilya band-band Solo dan sekitarnya untuk menunjukan taji bahwa Solo memiliki komunitas pop yang cukup aktif dan berbahaya.Mungkin Gigs yang hangat, saling menyapa, saling support, dan tiada batasan adalah gigs yang sebenar-benarnya gigs. selama ini Solo sedang membentuk diri sebagai salah satu barometer scene musik rock tanah air namun jangan lupa bahwa tidak hanya rock namun pop pun masih ada di Kota Bengawan ini. Berawal dari sebuah scene bersepeda dan kini Rising Pop Rising Town sudah menapaki episode ke-4. Semakin besar dan semakin beringas mengkampanyekan suara pop culter Kota Solo.
Kucing Disco
TIket Rising Pop Rising Town #4 | CD Answer Sheet | Krupuk Rambak Kucing Disco | Stiker Winter Issue

Rising Pop Rising Town #4 terjadwal untuk mulai membuka pukul 7 malam dan sedikit telat adalah lumrah lantas terlupakan. Seperti biasa sebelum masuk membeli karcis seharga Rp. 5000,- perak serta mendapatkan stiker. DI depan tampak terjaja dengan rapi beberapa rilisan band-band yang akan bermain dan saya sempat membeli salah satu rilisan yang dijajakan. Masuk venue sudah dihajar dengan band pertama adalah band tuan rumah Kucing Disco. Band Post Rock yang mungkin paling chaos dan ugalan-ugalan dalam acara ini. Lupakan suara melodi, beat yang terdelay, apalagi sound yang bersih. Full distortion dan stage act yang benar-benar terbuka. Semua dapat bernyanyi dan semua dapat berteriak tanpa ada sekat dan pembatas. Hal yang paling chaos dari band ini adalah merchendise yang mereka bagikan yakni berupa kerupuk rambak, krupuk kulit khas Solo, yang diberlabel band mereka Kucing Disco. Overall Kucing Disco adalah kucing paling berbahaya di Kota Solo.
Usai  Kucing Disco membuat huru-hara, saatnya local hero Kota Solo, Home Alone, ujuk kejantanan mereka. 5 jejaka tangguh menguasai panggung dan bermain lebih bersih ketimbang band sebelumnya. Mengusung rock dengan sedikit nuansa post dan melodic, sudah pokoknya mereka bermain, cukup menarik minat penonton. 4 Lagu mereka bawakan dan tampaknya sudah sangat cukup untuk menangkat tensi penonton, terutama para penonton yang baru saja memasuki De Tree.

Kemudian saatnya salah satu band tandang asal Jakarta pengusung psychedelic grungge, Televisi Hitam Putih, siap mengguncang De Tree. 4 pejantan berutubuh kurus dan dengan berjuta kejutan siap menghajar penonton. Setting alat yang cukup lama sempat menurunkan tensi penonton namun ketika gitar siap, tensi penonton seakan kembali pada titik panasnya.  Kasarnya distori, lirik yang sarkas, teatrikal panggung, serta peralatan bermusik yang dibawa sungguh mencengangkan. Dengan gitar, bass, drum, dan banyak pekakas sederhana yang mereka bawah sungguh mencengangkan. Sound-sound efek yang dihasilkan begitu alami akrab ditelinga. Mungkin dengan suara-suara semacam itu membuat teatrikal yang mereka bangun tampak sangat berhasil mengajak penonton merapat akan bibir panggung.

setelah panggung dikuasai oleh band asal Jakarta, Televisi Hitam Putih, kini saatnya band local kembali memegang kembali crowd Rising Pop Rising Town. Carment kembali bangkit setelah vokalis mereka Wisnu kembali dari entah berantah. Sempat memegang kendali dunia pensi di Kota Solo, tampaknya sisa kejayaan mereka masih terasa dan ditunggu oleh banyak orang. Menurut saya, Carment adalah band post rock dengan sound terbersih malam ini benar-benar luar biasa. Akan tetapi tampaknya faktor umur dan sudah lama vakum dari dunia band membuat penampilan mereka tidaklah segahar beberapa tahun silam. Beruntung Discomatematis masih mampu menaikan tensi crowd malam itu sampai pada titik pecah dan mereka berhasil.

Panggung kembali diambil alih oleh band asal Bekasi, Revolution Pop. Seperti nama mereka, Revolution Pop benar-benar membawa pop kedalam tatanan baru. Musik yang sedikit deep namun berhentak keras membuat fasih penonton untuk merapat dengan panggung. Sekilas melihat personil Revolution Pop tampak biasa saja dan kalem namun tunggu sampai biduan mereka menunjukan batang hidungnya. Anda mungkin akan merasa seperti Robert Smith, Jarvis Cocker, serta Brett Anderson merasuk kedalam tubuh vokalis mereka. Berdansa tiada henti, berteriak, melompat, serta menunjukan gimmick pesakitan membuat mereka merevolusi pop biasanya. Patut untuk disimak suatu saat nanti.

Setelah dari Bekasi, kini panggung diambil alih oleh Answer Sheet asal Yogyakarta. Yogyakarta kota pendidikan dan kota seni. Seniman serta musisi hebat akan selalu bermunculan dari Kota Gudeg ini. Anwer Sheet mengusung musik pop yang benar-benar fresh. Bermodalkan Ukulele mereka sudah bisa menciptakan hamonisasi nada-nada yang sangat lembut, tenang, dan sebagai pengantar untuk menikmati hidup. Tak salah ketika saya membeli CD mereka dan harganya pun cukup fantastis Rp. 10.000,-. Ketika biasanya dengan uang segitu anda hanya mendapatkan kebab, maka kali ini dengan Rp. 10.000,- saya mendapatkan sebuah karya yang luar biasa berkarakter. Berucaplah syukur mereka yang lahir di Yogyakarta dan memiliki talenta berbakat.
Leon's Labyrinth
Leon's Labyrinth kembali mengangkat crowd yang dingin setelah Answer Sheet dengan musik slow rock mereka. Leon's Labyrinth mengingatkan saya akan musik-musik rock jaman dulu semacam U2 dan mereka sungguh menyenangkan. Simple namun memiliki karakter yang berbeda dengan band-band yang telah mengicipi panggung Rising Pop Rising Town #4. Untuk Leon's Labyrinth saya minta maaf karena jujur saya tidak mendapatkan feel untuk menikmati kalian.
Winter Issue
Band puncak kali ini di bawa pengang oleh Winter Issue asal Bekasi. Band brith pop yang memiliki personil seorang wanita nan aduhai ini sangat menarik untuk disaksikan. Suara vokalis utama mereka sungguh bulat serta beat yang up membuat sepanjang penampilan mereka sungguh luar biasa mengoyangkan tubuh. Apalagi dengan aktifnya sang biduan berinteraksi dengan penonton membuat semua merasa nyaman bersama Winter Issue. Sound yang dihasilkan pun cukup segar dan menurut kuping saya yang fals ada beberapa sound yang mirip dengan Radiohead. Akan tetapi memiliki sound yang sama dengan Radiohead atau tidak, Winter Issue benar-benar membahagiakan untuk penonton Rising Pop Rising Town.

Acara berkhir? Yak MC sudah menutup acara tersebut dengan Wasalamualaikum namun sebuah band susulan baru saja hadir dari panggung sebelah. Ketika beberapa hari yang lalu saya galau untuk menonton Carment atau Festivalist, maka di Rising Pop Rising Town mereka datang secara mendadak. Tampaknya gong acaranya memang siap untuk ditabuhkan dan menjadi semacam acara after party Festivalist. Satu hari Dua Festival mereka sambangi. Tampak rajut kelelahan dimuka masing-masing personil namun tampaknya Festivalist tahu bagaimana cara bersenang-senang. 4 lagu, tanpa berikade, full body contact, serta gelak tawa sorak gembira mewarnai panggung Festivalist. Festivalist menutup after party mereka dengan doa "Mati Muda". Sedikit sedih ketika Hari Peradaban Terakhir urung dibawakan namun sudahlah mereka luar biasa malam ini.
With Farid Stevy (Festivalist)
Jam menunjukan pukul 12 tepat dan ini pertanda acara benar-benar usai. Acara ditutup dengan bau asap rokok yang bercampur alcohol, telinga yang berdengung, mata pedas, suara habis, serta kebahagiaan yang tak terhingga. Sebuah gigs yang luar biasa dan benar-benar jarang di Kota Solo. Perlu sebuah apresiasi besar pada acara ini dalam membanggun sebuah scene pop di Kota Solo dan semoga Dean Street Billy's bisa membuat sebuah scene yang benar-benar merangkul band-band pop di Kota Solo.


No comments:

Post a Comment