Tuesday, 26 June 2012

Mendadak Bandung (4/END)

Akhirnya Senin untuk terakhir pun datang. Kembali bangun siang menjadi terasa nikmat setelah melalui hari yang cukup panjang dan penuh dengan drama peluh keringat. Segelas teh hangat dan sepiring nasi kuning yang kini selalu di ingat menjadi pembuka hari. Tiada hari yang sepi dan deru kendaraan sudah membahana dari segala penjuru arah. Full travelling dan bersenang-senang adalah jadwal untuk hari ini. Pukul 11 dan saatnya meninggalkan penginapan. Mungkin lain waktu akan kembali dan menginap lagi disini.

Tujuan pertama adalah Dago. Tujuan utama kesini adalah untuk ke kantor MRA Media, melaporkan diri bahwa Senin depan magang pun dapat dimulai. Kemudian dilanjut menyusuri sepanjang Jalan Dago dengan berjalan kaki. Panasnya matahari tak terasa menyengat, adanya sebuah udara sejuk menjadi latar belakang perjalanan ini. Perjalanan berakhir di sebuah tempat makan fast food di Dago. Sudah saatnya untuk makan siang sembari mengisi tenaga. Makan sendiri dan tiada teman sesungguhnya adalah momen yang tidak saya sukai namun biarlah ini terjadi secara cepat.

PUlP
Perjalanan selanjutnya menuju Paris Van Java, sebuah mall mewah di kota kembang. Intinya hanya untuk shopping window sejenak sekaligus membunuh waktu menuju 8 malam. Sepintas disini ramai dengan tempat makan dan cukup menarik desain mall PVJ ini. Cukup lama berada disini, sekitar 1 jam lebih sudah telalui dan kembali tampaknya jajan rock tidak dapat dibendung. Takala masuk ke dalam sebuah toko musik, disana banyak dijajakan CD musik dari musisi yang dicinta, rasanya ingin merampok gudang musik rock tersebut. Akhirnya sebuah pilihan terjatuh pada sebuah DVD Pulp. Band asal Inggris yang menarik untuk disimak. Sebuah oleh-oleh sudah didapat.
Live Accoustic @ Stasiun Hall Bandung
Terakhir dan sudah puas maka saatnya menuju stasiun Bandung untuk kembali menuju Solo. Stasiun Bandung merupakan salah satu stasiun terbaik yang pernah dikunjungi. Tempatnya yang bersih, sejuk, serta berada di pusat kota membuat akses untuk menjangkaunya cukup mudah. Belum lagi terdapat sebuah hiburan live performance didalamnya yang menyuguhkan lagu-lagu yang cukup ciamik untuk didengankan. Pukl delapan malam dan saatnya Lodaya Malam melaju menuju Kota Solo.

Monday, 25 June 2012

Mendadak Bandung (3)

Minggu, hari sisa antara kesenangan dan kepedihan yang siap menanti, menjelang dengan matahari yang hangat menyambut dan hembusan udara sefar menusuk relung. Enam pagi, sebuah petunjuk waktu yang jarang saya nikmat dan biasanya berlalu dengan sekedip. kamar sepi dan televisi yang menyala menjadi sebuah ucapan selamat pagi. Bergegas menuju kamar mandi untuk kembali mandi dan menemui teman lama saya Nuri yang sudah menunggu manis di kontrakannya. Janji manis terucap untuk menemani laju kaki mencari dimana saya akan mencari tempat tinggal untuk beberapa bulan kedepan. Dering selular menggema sepanjang menit dan belasan SMS mengantri untuk dibaca. Segera bergegas dan tiada lupa untuk sarapan sejenak yang diberikan oleh penginapan. Sebuah nasi kuning yang lezat dan menggugah selera sedia untuk disantap. Tak perlu waktu yang lama, segera bergegas untuk menerjang Kota Bandung di akhir pekan.

Nuri || She's li'll bit paranoid with Photo shot
Dalam 30 menit, sampai sudah di depan pintu sebuah kontrakan yang sudah familiar dengan warna biru langit. sebuah senyum manis menyambut dan celotehan khas tanpa basi-basi terucap dengan lancar tanpa canggung dari Nuri. For your info, Nuri merupakan salah seorang teman saya sedari SMA dan sampai saat ini masih berhubungan dengan baik. Tujuan pertama untuk pagi ini adalah Kawasan Gasibu, 10 menit untuk di gapai melalui kontrakan Nuri. Ketika sesampainya disini, melayang sudah ingatan beberapa tahun silam bahwa Gasibu ini layaknya Parkir Timur Senayan di Minggu pagi. Penjaja kaki lima menggelar barang dagangannya dan semua serba murah meriah. Namun tiada yang menarik bagi saya selain penjual sarapan di pagi ini. Sarapan kedua bagi saya serta pertama bagi Nuri yang sudah mengeluh dengan perutnya yang sudah bergema.

Usai Gasibu terlewati maka perjalanan dimulai. Sesungguhnya semua jalan sudah diarungi dan libas dengan baik, dari jalan utama sampai jalan tikus, harga yang sangat miring sampai harga yang melangit, serta dari ujung menuju ujung satu laginya pun sudah diarungi. Intinya adalah mencari kos lebih susah ketimbang mencari tempat untuk magang bagi saya. Menit terlewati, jam terlupa, dna matahari pun siap sedia bersembunyi di gelapnya malam. Mungkin bisa dibilang juga bahwa pencarian kos kali ini merupakan wisata kuliner terselubung bilangan Dipatiukur. Akan tetapi tampaknya dadu keberuntungan sedikit bergulir dan sebuah kos ciamik pun diketemui dengan mulus dan siap. Sebuah perjanjian yang ditunggu pun terjadi dan semua mengucap syukur. Kamar yang cukup luas, kamar mandi dalam, pemandangan layaknya di Jakarta, serta berbagai perangkat fasilitas lainnya pun tersedia. Teruntuk mengakhiri perjalanan kali ini, sebuah makan malam bersama Nuri dan menu spaghetti pun dipilih. Saatnya kembali menuju penginapan dan bersiap untuk perjalan terakhir di esok hari.

Mendadak Bandung (2)

Sabtu, akhir pekan yang terpuji, datang tepat pada waktunya. Entah kenapa terasa berdesir halus laju darah, membangkitkan bulu di tangan. Sudah terbayang akan betapa liarnya menikmati Bandung di akhir pekan. Ramai riuh menyambut. Tas yang penuh dengan tumpukan baju, sebuah handuk kecil melingkar dileher, serta tiket PP Solo - Bandung yang siap ditukar menjadi pelengkap perjalanan ini. Sebuah perjalanan tiada diketahui seperti apa tempat yang dituju. Baru pertama kali ini, saya menuju Bandung namun bukan ke Kawasan Dago. Yang jelas itu sudah dekat menuju jalan tol ke Jakarta.

Bermodal motor bebek dengan perlahan melaju, melewati beberapa jalan tikus dengan pasti. Sebelum mampir menuju Solobalapan, melipir sejenak menuju sebuah tempat makan di bilangan Slamet Riyadi. Membeli bekal untuk perjalanan menuju tanah rantau. Bisa dibilang cukup mahal namun setidaknya rasanya terjamin dan jelas kenyangnya. Menyelamatkan saya dari kelaperan di tengah jalan. It's gonna be a long day dan great day. Segera melesat menuju Solobalapan dan menghempaskan badan di kursi bisnis yang terasa nikmat untuk seorang backpacker.

Tiada banyak cerita dalam perjalanan. Hanya musik dan twitter yang menemani dengan setia. Duduk disamping ibu-ibu yang tampak masih muda dan langsung tertidur ketika menghempaskan diri di kursi kereta. Selebihnya hening serta suara laju kereta menjadi latar perjalanan kali ini.
Stasiun Bandung
Pukul 17.30, Lodaya merapat penuh di Stasiun Bandung. Sebuah perasaan lega sekaligus was-was menyambut. Lega, akhirnya bisa mencapai Bandung dan bisa segera mencari tempat bernaung untuk 2 bulan kedepan. Was-was karena dimanakah penginapannya? Bermodalkan petunjuk arah melalui sms yang diberikan oleh penginapan dan modal bertanya kepada local people, perjalanan menuju penginapan pun dimulai. Mulai mereka-reka bagaimana bentuk kamarnya nanti. Keluar stasiun dan macet menyambut. Layaknya Jakarta dihari-harinya namun dengan suasan yang dingin. 1 jam perjalanan dan akhirnya sampailah di penginapan.
Hotel Picasso 19
Impresi pertama yang didapat adalah pelayanan yang ramah dan terletak didaerah yang cukup borjuis. Sangat mudah dijangkau dan dekat dengan banyak landmark Bandung sebagai Paris Van Java. Kamar yang bersih, kipas, tv cabel, kasur yang bersih, dan kamar mandi yang bersih pula cukup membuat betah dan berpikir untuk tidak pindah kepenginapan lain. Sebuah welcome drink diberikan, teh hangat dan aromanya sungguh mengembalikan sedikit energi. Air yang segar pun menyambut badan yang lelah setelah perjalanan untuk waktu yang cukup lama. Semua didapat hanya dengan Rp. 150.000,-.

Ingin hati segera tidur namun perut tampaknya enggak berdamai dengan keinginan hati. Segera keluar menjejakan di tengah kerumunan di seberang jalan. Sebuah foodcourt tergelar dan ramai dengan acara sebuah radio lokal. Tampak ada sebuah girlband bernyanyi namun tak cukup menarik untuk disaksikan. Mie kocok menjadi pilihan dan tampaknya menjadi pilihan yang salah. Lidah tak menerima masakan ini. Nasi adalah yang primadona lidah dan perut. Tak ingin lama menghabiskan keriaan dimalam minggu, bergegas kembali ke penginapan dan mencoba terlelap. Apa daya mata tak ingin terpejam meski kantung meradang, dan seorang teman saya, Mentari, menemani via telepon. Pukul 1 dini hari, mata pun terlelap dan menyongsong Minggu.

Mendadak Bandung (1)

Ketika ALLAH SWT. sudah berkehendak maka, berjalanlah. Sedikit aroma agamis membuka tulisan untuk kali ini. Akan tetapi, seperti itulah laksamana hal demikian terjadi. Sebuah cerita panjang segera dimuali.

Sebelumnya, sedari tanggal 18 Juni 2012, sedikit transmigrasi jahat dipersiapkan menuju Bumi Parahayangan. Kumpulan sindikat jahat (Saya, Ium, Nia, Amil, dan Decha) bersiap melakukan invasi menuju Bandung. Segela persiapan kemungkinan dan berjuangan untuk melaksanakan tugas suci, mencari tempat kos untuk magang, dipersiapkan. 3 hari berkunjung Solobalapan dan di hari rabu (20/6) akhirnya tiket Lodaya Pagi sudah diamankan. Rencana jahat kian dekat dan bersiap untuk dieksekusi.

Akan tetapi, Manusia hanya bisa berencana dan ALLAH SWT. adalah maha penguasa dari sang perencana. Rencana kongsi jahat berubah, saya tidak bisa ikut dan terancam mundur seminggu kedepan. Sederhana, presentasi Advertising terlaksana untuk hari Jumat (22/6) dan tiada alasan untuk melarikan diri. Show must go on, sebuah tanggung jawab yang utama. Kamis (21/6) tiket saya dibatalkan, dan helaan nafas terhembus. Sebuah kekecewaan dan perasaan khawatir berkecamuk memenuhi sanubari. Khawatir akan nasib magang untuk bulan depan. Akankah saya mendapatkan kos-kosan atau hidup dijalan di muka ruko?

Jumat yang dinantipun tiba, pasukan sindikat jahat pun berpamitan untuk melaju dengan rencana yang terbuat. Saya? Kesampingkan semua kecamuk hati dan hari esok, "Show Must Go On" dan pikiran terharus fokus pada satu titik rintangan. Stay Positive, there will be always another way behind this. God has another plan for me. Persiapan presentasi dilakukan dan harus tetap dengan kecepatan penuh berbahan bakar terbaik. Tiada kata untuk setengah hati, presentasi Advertising harus maksimal demi kedepannya. Hornet Adv. maju dan mulai memaparkan kegilaan yang direstui. Konsep iklan dengan kecepatan penuh dan ugal-ugalan yang tercipta dipaparkan secara telanjang kepada dosen Advertising. Tampaknya Bu Didi Kusumawati serta Pak Risno, sang maestro Advertising FISIP UNS, menyukai konsepnya meski adal hal-hal yang kurang. Gurat senyum dan aura positif terpancarkan. Sebuah haturan syukur terpanjatkan untuk SANG MAHA PEMILIK IDE-IDE KREATIF.
Tiket PP Solo-Bandung Lodaya Pagi
Usai sudah terlewati Jumat siang yang dinanti dan tersisa jumat menuju petang terhampar. Semua rencana senderhana kembali disusun penuh berlandaskan nekat yang dimiliki. Sebelum menuju peraduan dinanti, untuk sekali lagi mencoba melacurkan diri dengan keberuntungan guna menjilat sebuah tiket ke Bandung segera. Solobalapan, dilabuhkan kembali dan loket sepi tampak bersiap untuk dihampiri. "Mbak tiket untuk ke Bandung apa saja, untuk besok ada?" Keberuntungan di gulirkan dan tepat. Sebuah tiket sisa untuk Lodaya Pagi tersedia dan tanpa pikiran panjang resiko hari esok, maka sebuah perjanjian yang legal terjadi. Tapi tak sampai disitu saja, dadu keberuntungan kembali digulirkan "Mbak kalo baliknya untuk senin atau minggu ada menuju Solo?." Sejenak semua terasa hening dan sepi. "Ada Lodaya Malam untuk senin (25/6)" terucap lancar melalui sang bibir pengisi loket tiket. Tampaknya, today is my day dan rencana jahat yang tertunda memiliki restu.

Mendapatkan angin segar dan cahaya menuju terang terlihat. Menuju rumah menjadi terasa dekat dan melaju dengan berkah. Sebuah kabar senang dihati dan ditas. Rumah terjalin dengan badan dan rencana selanjutnya disusun. Kemanakah saya melepaskan penat dan lelah selama di tanah rantau? Kamar kosan teman saya tampaknya bukan rencana yang baik pula. Bandung di akhir pekan serta libur sekolah yang dinanti oleh banyak kalangan pun sedang berlangsung hikmat. Ramai? Sudah pasti penuh sesak, dan penginapan menjadi langka. Sekali lagi, kita semua harus bersyukur kepada ALLAH SWT karena di tahun 2012 DIA memberikan mukzijat-NYA yang berupa INTERNET kepada seluruh umat manusia. Google dan keberuntungan harus dikawinkan demi rencana jahat ini. Segala kata demi kata disusun dan dirangkai menjadi keyword. Mencoba memanggil data penginapan murah dikawasan Dago serta Bandung. Semua penginapan dihubungi dan seragam "Full Booked" menjadi jawabannya. Antara putus asa dan secercah harapan mulai berjudi, siapa yang akan berkuasa? Sampai akhirnya bertemulah dengan penginapan yang murah di Kawasan Pasteur dengan fasilitas lengkap. Tampaknya jodoh saya untuk merebahkan diri yang lelah ini memang disana. Tiada lama sebuah perjanjian kembali terucap dan senyum lega menemani sisa Jumat untuk berganti Sabtu.

Friday, 22 June 2012

Hilang Sedari Jumat Malam Hingga Pagi Menjelang

Testimoni DJ Frant
Today is Friday, sepi sunyi senyap tanpa aktivitas dan pacuan adrenalin untuk berkegiatan di malam hari. Yap, tepat seminggu saya berhenti dari dunia berkicau di Radio Komunitas Twitter Indonesia. Sebuah radio komunitas yang bergerilya di bandwidth kesayangan kita semua. Kenapa bandwidth, bukan udara? Sederhana karena ini adalah radio streaming dan bisa didengarkan melalui perangkat gadget yang terkoneksi internet.

Sudah 5 bulan siaran namun terasa sudah bersiaran selama bertahun-tahun. Sebuah perasaan betah untuk mengudara manyalurkan hasrat dan sedikit imajinasi di waktu SMP. Setiap pagi, meskipun hanya sejenak, mendengarkan siaran Desta dan Dagienkz di Prambors terasa keren dan mengesankan. Didengarkan oleh banyak orang dan menghibur. "Someday, I'll gonna like they are" sebuah imajinasi teringinkan. Akhirnya 7 tahun kemudian hal tersebut terjadi. Meski tak seterkenal Desta dan Dagienkz, akan tetapi sensasi itu sudah terdapatkan. Berbicara dibelakang mic dan dingarkan oleh banyak orang. Sebuah kepuasan batin dan pengalaman yang luar biasa.

Radio Komunitas Twitter Indonesia (RKTI) sudah menjadi tempat tersendiri dan feels like home. Orang-orang yang ramah, berbagi dan bertukar informasi, saling bantu, dan tiada sekat antara DJ dengan Tweelistener, Call listener RKTI, sejalan dengan apa yang jiwa. Semangat Do It Yourself menjadi jiwa dari radio ini. Betah bersiaran disini, menjadi impresi yang membekas dihati.


Saya, ex-DJ @ekawan, berkicau di pukul 11 malam sampai 1 dini hari di hari jumat bersama program #FridayClass. Sebuah program acara senang-senang dalam rangka menyambut akhir pekan yang merupakan oase di tengah hiruk pikuknya realitas dan rutinitas. Memutarkan lagu-lagu request-an tweelistener dan susunan playlist yang biasanya cukup "jahat" untuk diperdengarkan. Setiap minggunya pun di tetapkan topic yang sederhana untuk menambah bumbu bersenang-senang. Nama #FridayClass sendiri mengacu kepada kata Class atau kelas yang biasanya identik dengan membosankan, kaku, dan penuh dengan penjelasan yang ajaib. Maka untuk merubah tersebut diambilah kata Class. Sedangkan Friday yang terkenal dengan keangkerannya maka diambillah kosakata tersebut. Sebuah filosofis yang absurd dan memang begitu, penyiarnya pun cukup absurd dan berbahaya merusak pendengaran.

5 Bulan sudah siaran terhitung dari Januari. Banyak pengalaman dan suka duka yang luar biasa asik. Seperti kelas pada kuliah, setiap 5 bulan maka waktunya liburan dan berganti kelas. Banyak yang menanyakan kenapa kelas ini bubar dan tidak berkicau lagi. Mungkin banyak yang kehilangan, namun sesungguhnya saya lah orang yang paling merasa kehilangan. Kehilangan berinteraksi dengan tweelistener dan berbagi lagu-lagu jahat untuk semua. Kuliah masih menjadi prioritas dan sekali lagi #FridayClass harus kalah dengan ini. Kepergian untuk waktu yang lama serta tugas yang harus terselesaikan, membuat #FridayClass harus di letakan pada altar persembahan paling tinggi bagi saya pribadi.

Tulisan ini selesai ditepat pukul 11 malam di hari Jumat dimana #FridayClass biasanya berkicau. Terima kasih untuk RKTI, Kang Indra Pramana, Kang Senapati Raharja, Ige Baswara, semua para DJ RKTI, serta tweelistener lainnya. Sampai bertemu di kelas lainnya dan Radio Komunitas Twitter Indonesia "Where Fun Can Be Found".

Saya Suka Naik Bus Dalam Kota

Bus Tingkat di era 90' Jakarta
Sebuah judul yang cukup aneh dan lucu. Saya suka naik bus dalam kota. Cukup aneh dan terasa seperti bukan bisanya. Akan tetapi demikianlah adanya dan memiliki cerita tersendiri. Sangat sederhana dan ketika dipikirkan saat ini, cerita tersebut akan selalu berkesan untuk pribadi dan selamanya.

Masih teringat jelas di umur saya 5 tahun dan menggunakan kaos bergambar Mickey Mouse, saya menaiki Bus Damri untuk terakhir kali di Jakarta. Ketika kecil, saya adalah tipe orang yang suka sekali berpergian dan selalu ikut ketika kedua orag tua saya akan pergi. Bahkan menerjang kerumunan Mangga dua dikala penuh sesak pun teramini. Kondisi bus patas yang kotor, panas, serta ramai sudah menjadi makanan sehari-hari dikala itu. Ramai disiang yang panas menuju Kawasan Gunung Sahari, semakin menjadi tak kala seorang anak kecil, mungkin sekitar 3-4 tahun, menangis tak henti-henti. Bahkan seketika bus sudah berjalan selama 15 menit pun, isak tangis tersebut tak kunjung reda. Sang ibu pun tampak mencoba menenangkan anaknya yang sedari tadi menangis dan kian menjadi. Tak lama kemudian bus berhenti cukup lama, mungkin sedang ngetem untuk mencari penumpang seperti biasanya, namun kali ini tiada penumpang yang masuk dan kondektur bus pun tampak tak acuh dengan berhentinya bus ini. Beberapa lama kemudian naik seorang bapak tua, yang  akhirnya saya ketahui bahwa beliau adalah supir Bus Damri yang saya tumpangi, dan mendatangi anak kecil yang menangis tersebut. Bapak tesebut mengeluarkan sebuah pembalut luka dan kemudian memasangkan kepada jari anak kecil yang menangis sedari tadi. Bapak tersebut bilang barusan turun dan membeli pembalut luka di warung karena dikasih tahu kernetnya bahwa si anak kecil ini menangis karena jarinya terluka dan berdarah. Seketika dalam hati berkata "bapak supir itu kok baik banget dan keren." Semenjak itu saya lebih suka naik kendaraan umum ketika berpergian agar bisa melihat bapak itu lagi.

Entah kenapa kejadian sederhana tersebut terasa dramatis dan penuh dengan tendensi humanisme. Saya seakan tersihir akan moment tersebut dan apa yang bapak supir bus tersebut lakukan. Tak terdeskripsikan dengan kata-kata bagaimana mengekspresikannya. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan menggoreskan di hati. Tiada maksud khusus dalam tulisan ini hanya ingin berbagi cerita dan mungkin moment ini menjadi salah satu perjalanan hidup saya yang membentuk saya.

Thursday, 14 June 2012

Fiesta FM X Komunitas Musik FISIP (KMF)

Fiesta FM X KMF
*Semoga kedepannya akan ada selalu hubungan baik dan kolaborasi hebat kedepannya

Wednesday, 6 June 2012

A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning @ YK

Tempat yang nyaman, posisi yang tepat, serta film yang ciamik adalah gambaran dari pemutaran A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning di Lembaga Indonesia Prancis (LIP) Yogyakarta (6/6). Sesungguhnya seminggu sebelumnya tidak terpikirkan untuk menonton film ini karena sedang sibuk dengan rutinitas kuliah yang menjemukan. Akan tetapi teman saya Yudita Trisnanda mengajak dan seperti biasa sip yes asal masih siang.

Sesungguhnya saya tidak tahu dimana letaknya dimana LIP namun Yudita bilang kalau dia tahu dimana letaknya dan maka saya mengucap syukur sehingga tidak harus buka google maps. Sempai di Yogyakarta dengan Prameks, mendung menyambut dan suara khas menyambut. Selalu Yogyakarta memberikan suasana khas dan membuat semua terasa santai. Sesampai di Sagan (ternyata dekat dengan UGM) ternyata sungguh luar biasa. Langit yang mendung, kawasan yang rindang, klasik, serta udara dingin menyeruak mengingatkan pada Kota Bandung namun tetap dengan suasa Yogyakarta. Sedari hati berkata bahwa bakalan asik acara pemutaran A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning.

Sesampai di LIP dan benar praduga hati. Efek sentimentil sedari sebelumnya atau memang saya yang sensitif namun suasana disana sungguh asik. LIP bisa dibilang sebuah tempat les Bahasa Prancis namun tempatnya terlalu asik dan sangat pas untuk dijadikan tempat nongkrong. Terdapat sebuah kafetarian kecil, tempat duduk yang pas, serta suasana bangunan yang tertata baik sungguh sedap dipandang mata.
Tiket sekaligus gambar tempel A documentary of Mocca: life keeps on turning
Menuju kedalam LIP, langsung disambut oleh teman-teman Swinging Friends (sebutan untuk fans Mocca) dan panitia penukaran tiket. Sekali lagi desain interior disana sungguh mengasikan. Lampu yang kuning, poster-poster entahlah mungkin terpajang wajah orang-orang Prancis, serta belasan orang yang menggenakan kaos band-band indie. Melayang sebuah imajinasi kedepan sana sembari berucap, "An***g, tempatnya cozy abis dan semoga Solo punya tempat semacam ini."

Langsung menuju ruang pemutaran dan disana sudah tampak ramai oleh Swinging Friends yang bersiap menyaksikan A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning. Tampaknya ruang seminar yang disulap menjadi sebuah theater dadakan namun sungguh nyaman didalamnya. Jujur, ruang seminar ini bisa dibilang lebih nyaman dan asik ketimbang runag seminar di FISIP UNS. Ruangan yang sejuk, serta posisi untuk audience sangat nyaman untuk menyaksikan A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning.
Sesaat sebelum pemutaran A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning
Tampaknya datang disaat yang tepat dan posisi yang pas juga sehingga film langsung dimulai. A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning dimulai. A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning dibuka dengan penampilan Mocca saat Last Concert dan mendadak mengawang kembali setahun silam. Secara keseluruhan film ini sangat mengasikan, dan ada beberapa scene yang sangat saya ingat. Pertama adalah scene saat Saleh Husein (@Aleantipony) diwawancarai di Ruru saat penjualan tiket konser Mocca. Ini adalah scene yang paling lucu dan menggemaskan. Kemudian Scene saat Rico memberikan testimoni soal Mocca di dalam mobil, dan ini merupakan scene yang paling mengharukan. Teknik pengambilan gambar serta editing yang ciamik memanjakan mata selama A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning  diputar. Saat melihat credit tittle diakhir film, ternyata salah satu seniman idola saya Anggun Priambodo turut ikut andil dalam pembuatan film ini. Akan tetapi, secara personal, jalan cerita yang disuguhkan masih kurang kuat untuk mengantarkan klimaks di ujung film. 
WIth Yudita Trisnanda
Rabu yang luar biasa tersuguhkan. Bertemu dengan orang-orang yang menyenangkan, tempat yang asik, moment yang intim, serta bertemu teman lama yang kini kian kece adalah sebuah kepuasan batiniyah. Mungkin hari rabu (6/6) akan menjadi pengantar untuk konser Mocca di tanggal 30 Juni 2012 nanti. A Documentary of Mocca: Life Keeps On Turning sebuah film dokumenter yang menyenangkan dan sangat direkomendasikan untuk ditonton. Semoga suatu saat nanti, film ini diproduksi masal dan saya bisa mengkoleksinya.

Monday, 4 June 2012

Balada Di Tempat Fotokopi

AS: "Mas, fotokopi perkecil ini siji!" (sembari memberikan sebuah kertas yang berisikan catatan rumus-rumus)
TF: "Pasti ameh dinggo japlakan (pasti mau dipakai untuk contekan)."
AS: "Ora mas (tidak mas) hehehe..."
TF: "Alah ra mungkin, ho'oh toh (ah tidak mungkin, iya kan)?"
AS: "Ora mas, dinggo koncoku (tidak mas, buat temenku).""
ER: "Musim ujian, fotokopi perkecil lagi musim."
TF: "Kowe ngerti MSI ra (kamu mengerti MSI, tidak)?"
ER: "Ora mas, opo kuwi (Tidak mas, apa itu)?"
TF: "MSI kuwi Metode Siswa Aktif."
ER: "..."

TF: Tukang Fotokopi
AS: Anak SMA
ER: Ekawan Raharja